Siapa yang suka belanja online?
Saya salah satu diantara seribu orang yang pastinya angkat tangan kalau ada yang mengajukan pertanyaan ini. Terakhir belanja online? Beli scarf buat jilbab. Maleuuuz kalo harus ke Thamrin City. Dengan harga yang sama, saya ngga perlu mengeluarkan uang untuk naik kopaja PP, haus dong kalo jalan kaki ke sana… jadi dana konsumsi bisa direduksi. Belum lagi godaan lain kalau langsung datang untuk beli. Jadi untuk keamanan, saya lebih suka beli online.
Yang seru dari belanja online itu… You know the feeling, deg-degan nunggunya, gimana penampakannya secara langsung dibandingkan yang kita lihat di foto… Pokoknya yang suka belanja online pasti ngerti deh. ;)
Beberapa minggu yang lalu, saya mengalami hal yang kurang smooth saat belanja online.
Singkat kata, kiriman terlambat, saya bertanya no resi, dan via whatsapp ownernya menawarkan untuk refund.
“Mbak mau refund? Daripada ngga nyaman di Mbak.”
Saya pernah juga jualan online dan in my universe berlaku apapun yang terjadi, sebagai penjual online saya sebaiknya mengatakan maaf lebih dahulu kalau ada ketidaknyamanan yang terjadi.
Mungkin karena ekpektasi saya ada kata maaf dari penjual. Yang mana tidak pernah ada. Penjual melanjutkan dengan panjang dan hanya saya jawab singkat, “Maaf Mbak saya hanya menanyakan no resi. Tidak panjang.”
Saya tidak ingin refund kok tapi sudah terlanjur kecewa dengan cara penanganannya terhadap customer. Produknya bagus tapi saya sudah terlanjur kurang semangat memakainya ketika datang. Tapi ya sudah lah. Sudah terucap dan tidak bisa diubah.
Mungkin saya sedang tidak beruntung aja sih. Setelah kejadian itu, perkataan seorang teman untuk mengajak saya minum kopi (yang sudah lama) tidak terwujud. I have no idea, mungkin dia hanya mengatakan begitu saja tanpa benar-benar niat sementara saya memang menunggu. Ngobrol-hal-yang-ngga-penting alias apa saja sambil kedua telapak tangan melingkar di cangkir kopi yang hangat. Saya ingat terakhir saya lunch dengan teman saya itu, menyenangkan banget. Ketawa. Ngobrol dari A sampai Z. Selalu ada hal yang bisa menghangatkan hati.
“Jadi kapan dong traktir gue ngopi?”
“Eh lo pake aja deh starbucks card gue, ntar lo dateng juga kan ke acara X.”
Saya menarik napas panjang sambil memaksa diri untuk senyum. “Never mind.”
Bukan uangnya.
Bukan perkara ditraktirnya.
Tapi kehadiran yang tidak tergantikan.
Itu yang hilang.
Itu yang tidak bisa dikembalikan.
Tapi satu hal yang saya pelajari sih, mungkin hal yang “penting” bagi kita pastinya belum tentu penting buat yang lain. Mungkin itu salah satu cara alam semesta memberi tanda agar kita membacanya, kita sudah ngga penting lagi.
Sometimes, we say things we don’t mean. Keluar begitu saja tanpa sadar bahwa konsekuensinya ada seseorang yang sedikit kecewa.
Karena beberapa hal menyenangkan itu tidak selalu membutuhkan uang.
Karena beberapa hal mengesankan itu tidak bisa dikembalikan dengan uang.
Tidak bisa refund.